Sejak munculnya teknologi Common Rail Direct Injection (CRDI), berbagai varian mobil pun bermunculan dengan menggunakan teknologi ini. Khususnya pada kawasan negara Eropa yang lebih banyak kendaraannya menggunakan mobil mesin diesel ini.
Dengan penggunaan teknologi CRDI ini maka pembakaran bahan bakar solar lebih presisi dan juga mampu menghasilkan performa lebih besar. Dan bahkan dengan kendaraan bermesin diesel saat ini mampu menjadi andalan pabrikan otomotif untuk menghasilkan kendaraan yang lebih irit BBM dan juga rendah emisi.
Banyak orang dahulu beranggapan mobil mesin diesel ini kendaraan yang berisik dan juga kendaraan yang paling banyak menyebabkan polusi udara. Tapi kenyataannya dengan penggunaan teknologi CRDI ini mobil diesel bisa semakin disukai banyak orang dan menjadi andalan negara Eropa.
Tapi dengan menggunakan teknologi baru CRDI ini ada yang harus diperhatikan dan dicermati. Sama halnya mobil mesin bensin yang memiliki kompresi mesin tinggi maka memiliki tuntutan mengkonsumsi bahan bakarnya yang memiliki nilai oktan lebih tinggi, Begitu pula pada teknologi CRDI ini juga harus menggunakan solar kualitas baik agar kinerja mesin maksimal.
Di negara Eropa khususnya memang sudah memiliki standar bahan bakar yang lebih baik dibandingkan dengan Indonesia. Untuk bahan bakar solar di tanah air rata-rata masih sering dijumpai satu jenis saja dan jarang yang sudah menyediakan solar DEX.
Nah, hal ini yang menjadi kendala di Indonesia karena jumlah SPBU yang menyediakan bahan bakar solar DEX masih sedikit, sedangkan jumlah kendaraan terbaru yang menggunakan teknologi ini sudah banyak beredar. Alhasil, kendaraan ini terpaksa mengkonsumsi solar biasa.
Kemurnian solar ini ditentukan dengan tinggi rendahnya nilai cetane dan juga kadar sulfur dalam bahan bakar ini. Untuk mendukung penggunaan teknologi CRDI ini memerlukan solar dengan nilai cetane yang lebih tinggi. Pada solar biasa memiliki kadar cetane hanya 48, untuk bio solar 51 dan Solar DEX 53.
Sedangkan untuk kandungan sulfur pada bahan bakar solar ini harus memiliki nilai yang lebih kecil. Karena dengan kadar sulfur yang semakin tinggi maka akan memancing kadar asam yang tinggi pada pelumas. Dan ujung-ujungnya akan berpotensi merusak komponen logam di dalam mesin, termasuk saluran bahan bakar dan juga komponen lain yang terbuat dari tembaga.
Sebagai informasi data yang didapatkan dari Pertamina, kadar sulfur pada solar biasa mencapai angka 3.500 ppm (part per million), untuk bio solar memiliki nilai kandungan sulfur 500 ppm dan sedangkan solar DEX 250 ppm.
Jadi untuk memaksimalkan kinerja kendaraan mesin diesel dan bisa menghasilkan konsumsi BBM semakin irit diharapkan bisa minimal menggunakan bio solar jika bisa didapatkan di kota-kota Anda. Dan apabila tidak ada dan terpaksa mengkonsumsi solar biasa maka akan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perawatan.
Apabila penggunaan solar biasa terus menerus Anda harus sering melakukan purging (pembersihan sistem injeksi) setiap pemakaian 15.000-20.000km. Dan selain itu harus sering melakukan penggantian filter solar setiap pemakaian 10.000-15.000 atau lebih cepat. Dan selanjutnya adalah membuang endapan di rumah filter setiap 5.000 km. (kpl/vin)
Sumber : kapanlagi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar